Dalam Lima Tahun Terakhir Hutan Indonesia Terbakar Setara dengan 8 Kali Luas Pulau Bali

- 27 April 2022, 07:00 WIB
Burning peatland inside the palm oil concession of PT Sumatera Unggul Makmur (SUM) at Punggur Kecil village, Sungai Kakap sub-district, Kubu Raya district, Pontianak, West Kalimantan. The Greenpeace Forest Fires Prevention team is deployed in the area for fire suppression and investigation.
Burning peatland inside the palm oil concession of PT Sumatera Unggul Makmur (SUM) at Punggur Kecil village, Sungai Kakap sub-district, Kubu Raya district, Pontianak, West Kalimantan. The Greenpeace Forest Fires Prevention team is deployed in the area for fire suppression and investigation. /Rendra Hernawan/© Rendra Hernawan / Greenpeace

JABABEKA NEWS - Laporan Greenpeace Asia Tenggara ‘Karhutla Dalam Lima Tahun Terakhir’ mengungkap kegagalan total pemerintah Indonesia dalam melindungi hutan dan lahan gambut dari pembakaran.

Terungkap sekitar 4,4 juta hektar lahan atau setara 8 kali luas pulau Bali terbakar antara tahun 2015-2019.

Laporan tersebut menyoroti sejumlah perusahaan perkebunan paling merusak yang beroperasi di negara ini, kemudian Undang-Undang Cipta Kerja yang baru disahkan demi kepentingan bisnis yang mengancam aturan perlindungan lingkungan dan memperburuk risiko kebakaran hutan dan lahan (karhutla).

Baca Juga: Dampak Bagi Sektor Ekonomi Akibat Krisis Iklim

Analisis berdasarkan data yang tersedia di publik Greenpeace Asia Tenggara menemukan:

  • Antara 2015 – 2019, 4,4 juta hektar lahan telah terbakar di Indonesia. Sekitar 789.600 hektar kawasan ini (18 persen diantaranya) telah berulang kali terbakar.
  • 1,3 juta hektar (30 persen) dari area kebakaran yang dipetakan antara 2015 – 2019 berada di konsesi kelapa sawit dan bubur kertas (pulp).
  • Pada tahun 2019, karhutla tahunan terburuk sejak 2015 yang membakar 1,6 juta hektar hutan dan lahan atau setara 27 kali luas wilayah DKI Jakarta.
  • 8 dari 10 perusahaan kelapa sawit dengan area terbakar terbesar di konsesi mereka dari 2015 hingga 2019, belum menerima sanksi apapun meskipun kebakaran terjadi dalam beberapa tahun terakhir di dalam konsesi mereka. [1]
  • Perusahaan perkebunan dan lahan Hak Guna Usaha terbakar untuk dicabut dan membayar potensi denda sekitar 5,7 triliun rupiah [2]
  • Petinggi asosiasi GAPKI dan APHI menjadi anggota satgas RUU Cipta Kerja, ini dapat menimbulkan konflik kepentingan. Sebab ditemukan total 12 perusahaan yang merupakan anggota GAPKI atau APHI dengan area terbakar terbesar di kategori perkebunannya masing-masing.

Selain memberi karpet merah kepada perusak hutan, Omnibus Law membahayakan daya saing negara di pasar global, sebab ini membuka potensi oknum perusahaan melanggar HAM dan mencederai komitmen lingkungan internasional.

Kiki Taufik Kepala Kampanye Hutan Global Greenpeace Asia Tenggara mengatakan Indonesia sekarang menjadi negara berisiko terutama bagi perusahaan, investor, dan negara pengimpor yang hanya akan menuai berbagai kritikan.

Ia menjelaskan bahwa akan ada Ada risiko lingkungan dan sosial yang tinggi di negara yang telah mengambil langkah mundur besar-besaran dalam perang melawan perubahan iklim.

Kebijakan seperti Omnibus Law pro-bisnis yang mengabaikan aspirasi rakyat dan hanya melihat alam sebagai sumber daya untuk diekstraksi demi keuntungan jangka pendek, dapat menimbulkan bencana besar bagi kesehatan manusia, HAM dan iklim.

Halaman:

Editor: Gilang Mustika Muslim

Sumber: bumibutuhaksi.id


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah