Network
JABABEKA NEWS - Sebuah sajian superhero dengan latar belakang pewayangan Jawa dihadirkan seorang sutradara Hanung Bramanty dalam 129 menit yang penuh aksi yang menggugah hati dan drama ala Hanung yang biasanya selalu kuat untuk sampai pada penonton.
Sebagai pembuka jagad, Hanung membawa Gatotkaca dengan latar belakang yang jelas dan runtut. Membawa budaya yang kental akan ciri khas lokal dalam latar Jogja yang diubah menjadi kota fiksi Astinapura
Penonton bisa mengeksplor dan setidaknya paham bagaimana kehidupan manusia ditilik dari kacamata Dewata yang menghormati adat dan sejarah nenek moyang tanpa meninggalkan unsur modern yang terjadi di masa sekarang.
Baca Juga: Sherina dan Sadam akan kembali bertualang dalam Film Petualangan Sherina 2
Hanya saja, narasi yang ditulis Rahabi Mandra terlalu baku dan kaku untuk dicerna. Ia terlihat berwibawa, tetapi canggung bagi penontonnya sebagai hiburan.
Rizky Nazar sebagai Yudha si Gatotkaca begitu bersinar sepanjang film dibantu Omar Daniel, Ali Fikry dan Yatti Surachman yang dinilai membawa angin segar agar Gatotkaca tidak terlalu serius dan gelap.
Yasmin Napper perlu belajar lebih lagi ketika performanya yang tidak stabil sempat menjadi momok menakutkan bagi filmnya. Apalagi, ia berjalan sebagai pemeran utama.
Berani menggunakan CGI yang bertebaran untungnya masih bisa melebur menjadi konten yang memukau mata, walau penyuntingan sempat mengganggu koreografi aksi yang dinilai sudah matang.
