Para Siswa dari Dua Sekolah di Pulau Rempang Jadi Korban, Akibat Bentrokan Proyek Rempang Eco City

- 8 September 2023, 13:51 WIB

Kawasan industri, jasa dan pariwisata akan di bangun di Pulau Rempang dengan nama Rempang Eco City. PT Makmur Elok Graha (MEG) penggarap proyek itu menargetkan bisa menarik investasi hingga Rp 381 triliun pada tahun 2080.

Ariastuty menyebut, BP Batam sebelumnya telah melakukan sosialisasi kepada warga terkait dengan pengukuran lahan di Rempang. Namun, dia menambahkan, warga tidak mengindahkan sosialisasi tersebut dan tetap melakukan pemblokiran jalan. Tindakan warga itu membuat aparat gabungan harus melakukan pembubaran paksa.

Lewat pernyataan tertulis, Kepala Biro Humas, Promosi, dan Protokol BP Batam Ariastuty Sirait menyatakan, bentrokan terjadi karena warga lebih dulu melempar batu dan botol ke aparat gabungan yang berusaha masuk ke Rempang. Menurut dia, polisi sudah menangkap sejumlah warga yang diduga menjadi provokator kericuhan.

Akan tetapi tokoh warga Pulau Rempang, Gerisman Ahmad, mengatakan, di pulau itu terdapat 16 kampung tua atau permukiman warga asli. Warga asli yang terdiri dari suku Melayu, suku Orang Laut, dan suku Orang Darat ini diyakini telah bermukim di Pulau Rempang setidaknya sejak tahun 1834.

Baca Juga: Pemuda Aceh Dibunuh Oknum Paspampres, 3 Anggota TNI Jadi Tersangka Penganiayaan

Sebanyak 16 kampung adat Melayu itu terancam tergusur akibat proyek Rempang Eco City. Padahal, menurut Gerisman, proyek itu seharusnya bisa dibangun tanpa menggusur permukiman adat. Sebab, luas 16 permukiman adat di Rempang tidak sampai 10 persen dari total luas pulau itu yang mencapai 17.000 hektar.

Sejak awal warga Rempang sadar tujuan pengukuran lahan itu untuk merelokasi atau menggusur warga dari tanah adatnya. BP Batam pun seharusnya tahu bahwa warga akan menolak keras pengukuran lahan itu. Secara terpisah hal itu dikatakan, Direktur Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Zenzi Suhadi.

”Program Strategis Nasional Rempang Eco City sejak awal abai terhadap suara masyarakat adat. Oleh sebab itu, kami meminta Presiden Joko Widodo mengambil sikap tegas untuk membatalkan program tersebut,” kata Zenzi.***

Halaman:

Editor: Taufik Nurdin


Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah