Para Siswa dari Dua Sekolah di Pulau Rempang Jadi Korban, Akibat Bentrokan Proyek Rempang Eco City

- 8 September 2023, 13:51 WIB

JABABEKANNEWS.COM - Pada Kamis (7/9/2023) terjadi bentrokan antara warga dan aparat gabungan di Pulau Rampang Batam, Kepulauan Riau. Peristiwa terjadi saat petugas hendak melakukan pengukuran lahan terkait proyek Rempang Eco City. Siswa di dua sekolah terkena tembakan dan sejumlah warga ditangkap yang diakibatkan bentrokan tersebut.

Sri Rusmiati (52) salah seorang warga Pulau Rempang mengatakan, setelah ratusan warga menghadang kedatangan aparat gabungan dari dari Batam terjadilah bentrokan di Jembatan Batam-Rempang-Galang (Barelang) IV. Kedantangan aparat itu dengan maksud mengawal pengukuran lahan terkait dengan Proyek Rempang Eco City.

Berdasarkan keterangan sejumlah warga, setelah sekitar puluhan kendaraan lapis baja dan 1.000 aparat gabungan menerobos ke arah masyarakat di Jembatan IV. Bentrokanpun terjadi. Warga lalu melempari aparat dan dibalas oleh aparat dengan tembakan water canon dan gas air mata.

"Saya teriak sambil nangis melihat aparat menyemprot gas air mata ke sekolah. Kacau-nalau hati saya melihat anak-anak kesakitan kena gas air mata." Ujar Rusmiati

Baca Juga: Misteri Gunung Padang : Para Ahi Belum Bisa Pastikan Fungsi Situs Megalitik di Cianjur

SMP Negri 22 Galang dan SD Negri 24 Galang yang terkena tembakan gas air mata dari aparat. Para siswa dari dua sekolah tersebut berhamburan ke hutan di belakang sekolah setelah kelas mereka dipenuhi dengan gas air mata.

Muhammad Nizab Kepala SMPN 22 Galang menyebutkan, sejumlah proyektil gas air mata jatuh hanya beberapa meter dari gerbang sekolah. Akibat dari itu, gas air mata dengan cepat memenuhi ruang kelas yang sedang dipenuhi oleh para siswa.

"Ada belasan siswa yang pingsan karena gas air mata. Beberapa lainnya juga mengalami luka di kaki akibat lari menerobos semak-semak di hutan". Kata Nizab.

Konflik agraria yang terjadi di Pulau Rempang merupakan buntut dari bentrokan itu. Konflik yang bermula Badan Pengusaha (BP) Batam berencana merelokasi seluruh penduduk Pulau Rempang, yang berjumlah kurang lebih sekitar 7.500 jiwa. Hal itu dilakukan untuk mendukung rencana pengembangan investasi.

Baca Juga: CEK Data Siswa Agar Dapat Bantuan PIP Bulan September 2023, Cukup Input NIK dan NISN Pakai Cara Ini

Kawasan industri, jasa dan pariwisata akan di bangun di Pulau Rempang dengan nama Rempang Eco City. PT Makmur Elok Graha (MEG) penggarap proyek itu menargetkan bisa menarik investasi hingga Rp 381 triliun pada tahun 2080.

Ariastuty menyebut, BP Batam sebelumnya telah melakukan sosialisasi kepada warga terkait dengan pengukuran lahan di Rempang. Namun, dia menambahkan, warga tidak mengindahkan sosialisasi tersebut dan tetap melakukan pemblokiran jalan. Tindakan warga itu membuat aparat gabungan harus melakukan pembubaran paksa.

Lewat pernyataan tertulis, Kepala Biro Humas, Promosi, dan Protokol BP Batam Ariastuty Sirait menyatakan, bentrokan terjadi karena warga lebih dulu melempar batu dan botol ke aparat gabungan yang berusaha masuk ke Rempang. Menurut dia, polisi sudah menangkap sejumlah warga yang diduga menjadi provokator kericuhan.

Akan tetapi tokoh warga Pulau Rempang, Gerisman Ahmad, mengatakan, di pulau itu terdapat 16 kampung tua atau permukiman warga asli. Warga asli yang terdiri dari suku Melayu, suku Orang Laut, dan suku Orang Darat ini diyakini telah bermukim di Pulau Rempang setidaknya sejak tahun 1834.

Baca Juga: Pemuda Aceh Dibunuh Oknum Paspampres, 3 Anggota TNI Jadi Tersangka Penganiayaan

Sebanyak 16 kampung adat Melayu itu terancam tergusur akibat proyek Rempang Eco City. Padahal, menurut Gerisman, proyek itu seharusnya bisa dibangun tanpa menggusur permukiman adat. Sebab, luas 16 permukiman adat di Rempang tidak sampai 10 persen dari total luas pulau itu yang mencapai 17.000 hektar.

Sejak awal warga Rempang sadar tujuan pengukuran lahan itu untuk merelokasi atau menggusur warga dari tanah adatnya. BP Batam pun seharusnya tahu bahwa warga akan menolak keras pengukuran lahan itu. Secara terpisah hal itu dikatakan, Direktur Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Zenzi Suhadi.

”Program Strategis Nasional Rempang Eco City sejak awal abai terhadap suara masyarakat adat. Oleh sebab itu, kami meminta Presiden Joko Widodo mengambil sikap tegas untuk membatalkan program tersebut,” kata Zenzi.***

Editor: Taufik Nurdin


Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah