Misalnya, pola asuh anak otoriter dari anak prasekolah mungkin terlihat seperti anak yang mendapat masalah di sekolah karena tidak berbagi, dan akibatnya, orang tua menghukum anak saat mereka pulang dengan mengambil mainan favorit mereka, kata Dr. Henin.
Pola asuh anak otoriter di masa remaja mungkin seperti anak sekolah menengah yang ingin mengambil kelas seni sebagai pilihan, orang tua otoriter melarangnya, dan membuat remaja mengambil ilmu komputer sebagai gantinya.
“Orang tua memberi tahu remaja itu bahwa kelas seni tidak akan membantu mereka mendapatkan pekerjaan dan hanya untuk pemalas yang tidak ingin mengerjakan tugas sekolah yang sebenarnya,” Dr. Henin menjelaskan.
Pengaruh Pola asuh anak atau parenting Otoriter
Salah satu alasan utama para ahli tidak merekomendasikan pola asuh otoriter adalah karena dampak negatifnya terhadap kesehatan dan perkembangan mental anak.
Penelitian telah menemukan bahwa gaya pengasuhan otoriter terkait dengan konsekuensi perkembangan dan perjuangan kesehatan mental yang mencakup kecemasan, perilaku agresif, dan depersonalisasi.
Terlebih lagi, orang tua yang otoriter lebih cenderung menunjukkan tanda-tanda hiperaktif, tidak mampu berperilaku dengan semestinya, dan mengalami pergulatan emosional.
Baca Juga: Dahsyat Cara Mengatasi Pola Asuh Anak yang Berbeda
Studi juga menemukan bahwa banyak dari masalah perilaku ini dapat dijelaskan oleh fakta bahwa anak-anak dari orang tua yang otoriter tidak diberikan alat untuk mengelola perasaan mereka,
karena perasaan mereka sering diabaikan. Anak-anak ini mungkin tumbuh dengan kesulitan membuat keputusan pribadi dan mungkin pemalu atau memiliki harga diri yang rendah.